JEPARA – Media tradisional menjadi salah satu media komunikasi yang ampuh untuk menyampaikan pesan pada khalayak. Sebab, media tradisional mampu mengundang atensi masyarakat. Walalu begitu, geliat seni tradisinonal belum banyak yang mengetahui bahkan sempat redup di era pandemi lalu.
Hal itu didiskusikan dalam Dialog Tamansari Menyapa dengan tema “Geliat Seni Tradisional Melalui Forum Komunikasi Media Tradisional” di Radio Kartini pada Kamis, (18/7/2024) yang dipandu moderator Muhammad Safrudin selaku Sub Koordinator Bidang Media Massa Diskominfo Kabupaten Jepara.
Tenaga Ahli DPRD Kabupaten Jepara Muniyadi memandang bahwa masa pandemi cukup berdampak utamanya pada pertunjukkan seni tradisional. Namun dirinya optimis pada momentum sedekah bumi, kesenian tradisional masih akan terdengar gaungnya.
“Seni tradisional masa covid banyak yang turun hingga kini apalagi untuk kaum menengah untuk bertahan hidup sehingga seni tradisional yang hubungannya dengan nanggap berkurang,” ujarnya.
Muniyadi juga memaparkan bahwa seni menjadi obyek pemajuan budaya yang dijamin oleh negara. Meski demikian, masyarakat juga harus turut serta memelihara dan melestarikan budaya. Khususnya di Jepara, beberapa kesenian telah memiliki corak atau ciri khas yang tidak dimilki daerah lain.
“Di Jepara baru ada 4, ada seni ukir, tenun, pertunjukan emprak, dan kentrung khusus yang menjadi ciri khas Jepara. Bagaimana 4 seni ini betul-betul kita lestarikan dengan menggunakan media komunikasi yang digunakan masyarakat,” jelas Muniyadi.
Sarjono atau karib disapa Mbah Jon sebagai Ketua Yayasan Jungpara Jepara mendeskripsikan bahwa Yayasan Jungpara dibentuk oleh pelaku seni di Jepara. Saat ini, Yayasan Jungpara tengah berkonsentrasi pada regenerasi kesenian kentrung yang juga telah diakui sebagai warisan budaya tak benda bersama dengan emprak. Mbah Jon mengaku prihatin sebab kini pelaku seni hanya tinggal 2 orang di Jepara.
“Kegiatannya ya ada di wilayah seni tradisi adalah regenerasi kentrung salah satunya karena melihat pelaku kentrung makin habis saat ini tinggal 2 orang pelaku aslinya kalau tidak ada regenerasi bahaya. Lalu kami membuat kelas kentrung menghadirkan sebagai guru besar dan sudah berjalan 1 tahun hasilnya jadi Kenpalman yakni murid lulusan sekolah kentrung,” papar Mbah Jon.
Mbah Jon mengungkapkan dirinya dan rekan melalui Yayasan Jungpara untuk dapat melestarikan kesenian, perlu ada dukungan regulasi.
“Ada regulasi yang kuat yang membuat ekosistem di masyarakat betul-betul mengakomodasi keberadaan seniman di Jepara,” harap Mbah Jon.
Di lain sisi, Kepala Bidang Komunikasi Diskominfo Jepara Heru Purwanto menjelaskan peran pemerintah melalui Diskominfo untuk melestarikan seni tradisional.
“Diskominfo sebenarnya punya peran yang memberikan sumbangan para pelaku seni yakni pengembangan, promosi dan pembinaan, pemberdayaan ekonomi kreatif, perlindungan dan pelestarian budaya, serta edukasi dan penyuluhan,”
Heru menambahkan pentingnya teknologi informasi untuk menyebarluaskan seni tradisional.
“Perannya sebagai penyebar informasi memang sudah melalui medsos (media sosial-red) tapi bagaimana tampilan di medsos yang selama ini masuk di komunitas tertentu bisa masuk di kelompok lain. Itu ada hubungannya juga dengan teknologi sehingga sudah memanfaatkan teknologi tapi ada seninya,” ungkap Heru. (DiskominfoJepara/Karisma)